Jumat, 20 April 2012

Tidak Menjadi Murtad, Orang Bilang “Al-quran Bukan Firman Tuhan dan Nabi Muhammad Bukan Utusan Tuhan”


Tidak Menjadi Murtad, Orang Bilang “Al-quran Bukan Firman Tuhan dan Nabi Muhammad Bukan Utusan Tuhan”

Melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangan-Nya, merupakan suatu hal yang menjadi benang merah bagi manusia yang beragama dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Dalam melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Ny a inilah yang tidak ada ujung pangkalnya untuk selalu dibahas karena merupaan suatu jalan menuju singgasana yang abadi, yang nantinya diharapkan dapat membawa kepada kehidupan yang damai dan sejahtera. Untuk mencapai hal tersebut tentunya tidak  dapat dihindari pula suatu problem yang menjadi permasalahan yang harus dijawab oleh setiap ummat beragama; Apakah ketika menjauhi semua larangannya Allah dapat membuat dirikita dapat memperoleh hidayah-nya. . . .  . ? atau ketika mengerjakan semua larangannya dapat membuat dirikita menjadi seseorang yang  dilaknat-nya. .. . .? sehingga menjadi suatu permasalahan yang tidak ada habis-habisnya, antara satu aliran dengan aliran yang lain, yang pada ujung-ujungnya saling menyalahkan dan saling mengkafirkan .
Dalam kehidupan  didunia ini, banyak berbagai kreativitas manusia yang menghiasi perjalanan hidup menuju kehidupan yang abadi, berbagai aktivitas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sebagai bekal di akhirat nanti, yang diharapkan mendapatkan suatu hidayah dalam menjalankan kehidupan didunia ini hingga akhirat nanti, dengan mempungsikan segala potensi yang ada dalam diri manusia tersebut.
Dalam jiwa ini terdapat sesuatu yang sangat berperan dalam kehidupan, yang dapat membawa kita bisa berperilaku menuju pada kehidupan yang lebih mulia dan juga dapat membawa dirikita kepada perilaku yang menyesatkan.
Menurut Al-syaibani (1979:130) manusia mempunyai tiga kekuatan atau potensi yang sama pentingnya, laksana sebuah segitiga yang sisinya sama panjang. Potensi yang dimaksud ialah jasmani, akal, dan roh. Kemajuan ke bahagiaan, dan kesempurnaan kepribadiaan manusia banyak bergantung pada keselarasan ketiga potensi itu. Islam, menurut Al-syaibani, tidak hanya mengakui adanya ketiga potensi tersebut, tetapi juga meneguhkannya dan memantapkan wujudnya. Manusia bukan hanya jasmani (corporeal), bukan hanya akal dan bukan hanya roh. Manusia adalah ksesatuan semua itu yang saling melengkapi kesempurnaan manusia (Ahmad tafsir ,2008:251)
Potensi-potensi tersebut mempunyai ruang lingkup yang berbeda, antara jasmani yang berupa indera, akal, dan jugak hati (suara hati). Indera misalnya, ini berfungsi untuk menangkap sesuatu yang bersifat empiris bagi manusia.  Ketika ingin mengetahui rasa madu misalnya, maka tinggal mencicipi saja apakah manis atau tidak, dan setelah dicicipi ternyata rasa madu tersebut manis. Ketika masih dipertanyakan “mengapa madu tersebut manis”, ini bukan wilayah indera lagi untuk menjawabnya, tetapi wilayah akal. Akal menjawab “madu manis itu karena ada suatu zat-zat tertentu yang terdapat  di dalamnya”. Jawaban akal tersebut masih menimbulkan pertanyaan lagi “dari mana zat-zat tersebut yang terdapat dalam madu tersebut” ini merupakan suatu pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh akal, untuk menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh akal inilah yang menggunakan potensi yang ketiga yaitu hati.
Potensi-potensi yang paling banyak berperan dalam diri manusia adalah akal, apalagi dalam masalah urusan Agama yang banyak digunakan untuk menafsirkan, menilai kitap-kitab suci, yang pada akhirnya banyak menimbulkan perpecahan antara umat beragama , yang mana hal tersebut  seharusnya tidak dijadikan suatu perpecahan antara satu golongan dengan golongan yang lain, justru dijadikan suatu sarana untuk lebih memahami maksud dan tujuan kitab-kitab suci tersebut. Dalam hal ini saya mengatakan, orang tidak menjadi murtad apabila mengatakan Al-quran bukan firman tuhan dan jugak Nabi bukan utusan tuhan, apa bila hal tersebut dari hasil produk pikiran kita tanpa diyakini dengan hati, Karena sifat akal tersebuk dinamis yang senantiasa berubah-ubah, dan jugak ukuran iman seseorang terdapat dalam hatinya, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Swt:
يَأَيُّهَاالرَّسُوْلُ لاَيَحْزُنكَ الَّذِيْنَ يُسَرِعُوْنَ فِى الْكُفْرِمِنَ الَّذِيْنَ قَالُوْاءَامَنَّابِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤمِن قُلُوْبُهُمْ . . . . . . .(المائدة :٤١)
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka:"Kami telah beriman", padahal hati mereka belum beriman… . . . . . . . . . . . . . (Al-maa’idah: 41).
. . . . . . . . . . . . وَاللهُ عَلِيْمٌ بِذَاتِ الصُّدُوْرِ (ال عمران:۱۵٤)
Allah maha pengetahui isi hati (ali-imran: 154).
اِلَهُكُم إِلَهُ وَّاحِدٌ فَالَّذِينَ لاَيُؤمِنُونَ بِالاَّخِرَةِ قُلُوْبُهُمْ مُنْكِرَةٌ وَهُمْ مُستَكْبِرُوْنَ (النحل :٢٢)
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong (An-nahl :22).
Ayat-ayat yang serupa mengenai keterangan tersebu masih banyak, sebagai mana yang terdapat dalam surat Al-baqarah:7, Al-munafiquun:3, Al-a’raaf: 93,101, Al-hajj:54, Ar-ruum:30, Ali-imran: 119, huud:5, Al-hadid:5, Asy-syuuro:24, Faathir:38, Luqman:23, Al-anfaal:43, Al-maa’idah:7, Al-mulk:13, At-taghaabun:4.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar