Tidak
Menjadi Murtad, Orang Bilang “Al-quran Bukan Firman Tuhan dan Nabi Muhammad
Bukan Utusan Tuhan”
Melaksanakan perintah tuhan dan menjauhi larangan-Nya, merupakan suatu
hal yang menjadi benang merah bagi manusia yang beragama dalam menjalankan kehidupan
di dunia ini. Dalam melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Ny a inilah
yang tidak ada ujung pangkalnya untuk selalu dibahas karena merupaan suatu
jalan menuju singgasana yang abadi, yang nantinya diharapkan dapat membawa
kepada kehidupan yang damai dan sejahtera. Untuk mencapai hal tersebut tentunya
tidak dapat dihindari pula suatu problem
yang menjadi permasalahan yang harus dijawab oleh setiap ummat beragama; Apakah
ketika menjauhi semua larangannya Allah dapat membuat dirikita dapat memperoleh
hidayah-nya. . . . . ? atau ketika
mengerjakan semua larangannya dapat membuat dirikita menjadi seseorang
yang dilaknat-nya. .. . .? sehingga
menjadi suatu permasalahan yang tidak ada habis-habisnya, antara satu aliran
dengan aliran yang lain, yang pada ujung-ujungnya saling menyalahkan dan saling
mengkafirkan .
Dalam kehidupan didunia ini,
banyak berbagai kreativitas manusia yang menghiasi perjalanan hidup menuju
kehidupan yang abadi, berbagai aktivitas dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sebagai bekal di akhirat nanti, yang diharapkan mendapatkan suatu hidayah
dalam menjalankan kehidupan didunia ini hingga akhirat nanti, dengan
mempungsikan segala potensi yang ada dalam diri manusia tersebut.
Dalam jiwa ini terdapat sesuatu yang sangat berperan dalam
kehidupan, yang dapat membawa kita bisa berperilaku menuju pada kehidupan yang
lebih mulia dan juga dapat membawa dirikita kepada perilaku yang menyesatkan.
Menurut Al-syaibani (1979:130) manusia mempunyai tiga kekuatan atau
potensi yang sama pentingnya, laksana sebuah segitiga yang sisinya sama
panjang. Potensi yang dimaksud ialah jasmani, akal, dan roh. Kemajuan ke
bahagiaan, dan kesempurnaan kepribadiaan manusia banyak bergantung pada
keselarasan ketiga potensi itu. Islam, menurut Al-syaibani, tidak hanya
mengakui adanya ketiga potensi tersebut, tetapi juga meneguhkannya dan
memantapkan wujudnya. Manusia bukan hanya jasmani (corporeal), bukan hanya akal
dan bukan hanya roh. Manusia adalah ksesatuan semua itu yang saling melengkapi
kesempurnaan manusia (Ahmad tafsir ,2008:251)
Potensi-potensi tersebut mempunyai ruang lingkup yang berbeda,
antara jasmani yang berupa indera, akal, dan jugak hati (suara hati). Indera
misalnya, ini berfungsi untuk menangkap sesuatu yang bersifat empiris bagi
manusia. Ketika ingin mengetahui rasa
madu misalnya, maka tinggal mencicipi saja apakah manis atau tidak, dan setelah
dicicipi ternyata rasa madu tersebut manis. Ketika masih dipertanyakan “mengapa
madu tersebut manis”, ini bukan wilayah indera lagi untuk menjawabnya, tetapi
wilayah akal. Akal menjawab “madu manis itu karena ada suatu zat-zat tertentu
yang terdapat di dalamnya”. Jawaban akal
tersebut masih menimbulkan pertanyaan lagi “dari mana zat-zat tersebut yang
terdapat dalam madu tersebut” ini merupakan suatu pertanyaan yang tidak bisa
dijawab oleh akal, untuk menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh akal
inilah yang menggunakan potensi yang ketiga yaitu hati.
Potensi-potensi yang paling banyak berperan dalam diri manusia adalah
akal, apalagi dalam masalah urusan Agama yang banyak digunakan untuk
menafsirkan, menilai kitap-kitab suci, yang pada akhirnya banyak menimbulkan
perpecahan antara umat beragama , yang mana hal tersebut seharusnya tidak dijadikan suatu perpecahan
antara satu golongan dengan golongan yang lain, justru dijadikan suatu sarana
untuk lebih memahami maksud dan tujuan kitab-kitab suci tersebut. Dalam hal ini
saya mengatakan, orang tidak menjadi murtad apabila mengatakan Al-quran bukan
firman tuhan dan jugak Nabi bukan utusan tuhan, apa bila hal tersebut dari
hasil produk pikiran kita tanpa diyakini dengan hati, Karena sifat akal
tersebuk dinamis yang senantiasa berubah-ubah, dan jugak ukuran iman seseorang
terdapat dalam hatinya, sebagaimana yang terdapat dalam firman Allah Swt:
يَأَيُّهَاالرَّسُوْلُ لاَيَحْزُنكَ الَّذِيْنَ يُسَرِعُوْنَ فِى الْكُفْرِمِنَ
الَّذِيْنَ قَالُوْاءَامَنَّابِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤمِن قُلُوْبُهُمْ . . . .
. . .(المائدة :٤١)
Hai Rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang
yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, yaitu diantara orang-orang yang
mengatakan dengan mulut mereka:"Kami telah beriman", padahal hati mereka
belum beriman… . . . . . . . . . . . . . (Al-maa’idah: 41).
. . . . . . . . . . . . وَاللهُ عَلِيْمٌ
بِذَاتِ الصُّدُوْرِ (ال عمران:۱۵٤)
Allah
maha pengetahui isi hati (ali-imran: 154).
اِلَهُكُم إِلَهُ وَّاحِدٌ فَالَّذِينَ لاَيُؤمِنُونَ بِالاَّخِرَةِ قُلُوْبُهُمْ
مُنْكِرَةٌ وَهُمْ مُستَكْبِرُوْنَ (النحل :٢٢)
Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka orang-orang yang tidak
beriman kepada akhirat, hati mereka mengingkari (keesaaan Allah), sedangkan
mereka sendiri adalah orang-orang yang sombong (An-nahl :22).
Ayat-ayat yang serupa mengenai keterangan tersebu masih banyak,
sebagai mana yang terdapat dalam surat Al-baqarah:7, Al-munafiquun:3,
Al-a’raaf: 93,101, Al-hajj:54, Ar-ruum:30, Ali-imran: 119, huud:5, Al-hadid:5,
Asy-syuuro:24, Faathir:38, Luqman:23, Al-anfaal:43, Al-maa’idah:7, Al-mulk:13, At-taghaabun:4.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar